Rabu, 30 November 2011

Teluk Taiji

Perburuan paus dan lumba-lumba adalah satu hal yang sering menjadi kontroversi di berbagai negara. Memang, sebagian negara (khususnya negara Barat) menentang keras adanya perburuan bagi hewan yang populasinya terus menyusut setiap tahunnya tersebut. Namun di sebagian negara, perburuan paus dan lumba-lumba adalah sebuah adat istiadat dan bagian dari sebuah budaya masyarakat disana.
Jepang adalah salah satu negara yang memiliki kebudayaan tersebut. Sejarah mencatat semenjak abad ke-12, suku Ainu di Jepang telah memburu paus dan lumba-lumba sebagai bagian dari kebudayaan mereka yang mengkonsumsi daging dua mamalia laut tersebut agar hubungan spiritual antara kedua makhluk hidup ini dapat terjalin erat.
Di zaman modern saat ini, dimana banyak kegiatan perburuan lebih dikarenakan faktor komersialisme dan ekonomi, tentu saja kegiatan tersebut mendapat banyak kecaman. Apalagi dengan semakin terancamnya eksistensi paus dan lumba-lumba dari muka Bumi ini. Kecaman demi kecaman akan terus dilakukan pada negara-negara yang masih saja membiarkan para masyarakatnya untuk memburu hewan-hewan langka.
The Cove adalah sebuah dokumenter yang khusus menyoroti masalah perburuan terhadap paus dan lumba-lumba yang terjadi di Jepang, khususnya kegiatan perburuan tahunan terhadap lumba-lumba yang dilakukan para nelayan di Taiji, Wakayama. Kota ini memang dikenal sebagai pusat perburuan lumba-lumba, dan tercatat sebagai pengekspor lumba-lumba terbesar ke seluruh dunia.
Film ini mengikuti perjalanan Rick O’Barry, mantan pelatih lumba-lumba, untuk mendokumentasikan kegiatan perburuan lumba-lumba di Taiji, Jepang, agar dapat ditunjukkan kepada dunia. Rick sendiri dulunya adalah seorang pelatih lumba-lumba yang turut serta melatih lumba-lumba yang membintangi serial TV populer, Flipper. Namun, seperti yang diceritakan Rick di film ini, tidak hingga saat lumba-lumba tersebut bunuh diri di hadapannya-lah Rick menyadari bahwa senyum dan tawa yang selalu ditampilkan seekor lumba-lumba ternyata hanyalah sebuah kepalsuan belaka yang menutupi betapa tertekannya mereka berada di lingkungan yang terkungkung dan bukan di lautan bebas.
Setelah bertemu dengan Rick, Louie Psihoyos, sutradara film dokumenter ini, kemudian melakukan sebuah perjalanan bersama Rick ke Taiji bersama para kru filmnya. Ia dan Rick kemudia menemukan sebuah tempat dimana pelaksanaan perburuan tersebut dilakukan, dan sebenarnya dapat dilihat secara langsung oleh masyarakat umum. Namun, hal yang paling diincar oleh Louie dan Rick adalah mereka ingin memfilmkan proses pembantaian terhadap lumba-lumba tersebut yang dilakukan oleh para nelayan Jepang tadi di sebuah gua yang berada di daerah tersebut. Akhirnya, mereka bersama tim dari Oceanic Preservation Society, menyusun sebuah rencana yang sebenarnya dapat mengancam posisi mereka secara hukum di Jepang, namun akan tetap mereka lakukan untuk mengungkapkan pada dunia apa yang sebenarnya terjadi pada lumba-lumba yang hidup di Taiji.





 
The cove adalah sebuah film yang menunjukkan berbagai pembantaian yang sistematis terhadap lumba2 yang ada disana. Selain lumba - lumba jepang pun turut membantai mamalia paus yang cantik dan eksotis itu. Katanya sih hal ini sudah menjadi kebiasaan warga jepang. Ternyata setelah diekspos dan dicari tahu lebih dalam, banyak warga jepang sendiri yang belum mengetahui adanya pembantaian tersebut, bahkan mereka tidak mengetaui bahwa daging lumba - lumba dijual bebas disana.

Bercerita tentang richard o`barry dan teamnya, beliau adalah seorang tokoh yang pertama kali melatih lumba - lumba untuk seni pertunjukkan yang merasakan bahwa perbuatannya pada jaman dahulu turut membantu menghancurkan keberadaan mamalia yang lucu dan pintar ini ke dalam industri hiburan yang sangat besar secara singkat selama 10 tahun. Dan sampai saat ini dia terus berusaha untuk menghancurkannya sendiri lebih dari 35 tahun. Ia tersadar ketika lumba - lumba hidung botol ke-5 dalam film flipper yang bernama kathy mati ditangannya sendiri, dan ia melihat bahwa industri hiburan lumba2 yang secara tidak langsung ia bantu, memiliki dampak yang sangat negatif.

Lumba - lumba yang dikerangkeng, dan menjadi figur seni pertunjukkan ternyata memiliki tingkat stress yang tinggi dan mudah mati. Jadi kalau kita selama ini ketawa ketiwi melihat lucu dan serunya pertunjukkan ikan lumba2 di seaworld, hal ini sangat berbeda dengan yang dirasakan lumba - lumba. Mereka sangat tertekan dibalik senyumannya yang lucu dan menggemaskan.



Taiji adalah sebuah desa nelayan di jepang menjadi terkenal dan menjadi sorotan dunia internasional, pasalnya desa Taiji selalu mengadakan perburuan lumba-lumba tahunan, 25.000 lumba-lumba tewas di perairan pantai antara bulan September dan April. Pembunuhan lumba-lumba sering disaksikan (dan kadang-kadang dibantu) oleh perwakilan dolphinariums Jepang. Termasuk pelatih dan dokter hewan, se-ekor lumba-lumba dihargai lebih dari $ 150,000.Pemandangan yg mengerikan lumba-lumba disembelih di desa nelayan Taiji, sedikitnya 100 ekor lumba-lumba dan 50 paus pilot dibantai dalam perburuan musim pertama , yang dimulai pada awal September " (dikutip dari thread sebelah). Perburuan tahunan lumba-lumba dan paus masih terus berlanjut yg dilakukan oleh nelayan Taiji walaupun mendapat kecaman internasional. Bahkan LUMBA-LUMBA dijadikan sebagai menu favorit disana, sehingga PEMBANTAIAN LUMBA - LUMBA MERUPAKAN SUATU HAL YANG LUMRAH bahkan pemerintah setempat sempat memberikan sosialisasi MENU LUMBA - LUMBA dengan memberikan MAKAN SIANG GRATIS untuk anak sekolah dasar




Tidak ada komentar:

Posting Komentar